Cerita Rakyat Bali : Asal Mula Singaraja
Hai kalian semua.. yang ada disana di sini... dan yang lagi membaca artikel ini
gua admin yang paling kece dan ganteng di sini kenalkan nama saya panggil saja vidy
kali ini gua panggil saja vidy akan mempersembahkan cerita rakyat yang sangat menarik * bagi gua sih ;) . Yaitu teng teng teng~~~
Dahulu kala di Pulau Bali, tepatnya di
daerah Klungkung hiduplah seorang Raja yang bergelar Sri Sagening. Ia mempunyai
istri yang cukup banyak. Istri yang terakhir bernama Ni Luh Pasek. Ni Luh Pasek
berasal dari Desa Panji dan merupakan keturunan Kyai Pasek Gobleg. Namun malang
nasib Ni Luh Pasek, sewaktu ia mengandung, ia dibuang secara halus dari istana,
ia dikawinkan dengan Kyai Jelantik Bogol oleh suaminya.
Kesedihannya
agak berkurang berkat kasih sayang Kyai Jelantik Bogol yang tulus. Setelah tiba
waktunya ia melahirkan anak laki-laki yang dinamai I Gusti Gede Pasekan.
Bayi bernama I
Gusti Gede Pasekan makin hari makin besar, setelah dewasa ia mempunyai wibawa
besar di Kota Gelgel. Ia sangat dicintai oleh pemuka masyarakat dan masyarakat
biasa.
Ia juga disayang
oleh Kyai Jelantik Bogol seperti anak kandungnya sendiri. Pada suatu hari,
ketika ia berusia dua puluh tahun, Kyai Jelantik Bogol memanggilnya.
“Anakku,” kata
Kyai Jelantik Bogol, “Sekarang pergilah engkau ke Den Bukit di daerah Panji.”
“Mengapa saya
harus pergi kesana, Ayah?”
“Anakku,
itulah tempat kelahiran ibumu.”
“Baiklah,
Ayah. Saya akan pergi kesana.”
Sebelum
berangkat, Kyai Jelantik Bogol berkata kepada anaknya, “I Gusti, bawalah dua
senjata bertuah ini, yaitu sebilah keris bernama Ki Baru Semang dan sebatang
tombak bernama Ki Tunjung Tutur. Mudah-mudahan engkau akan selamat.”
“Baik, Ayah!”
Dalam
perjalanan ke Den Bukit ini, I Gusti Gede Pasekan diiringi oleh empat puluh
orang di bawah pimpinan Ki Dumpiung dan Ki Kadosot.
Setelah empat
hari berjalan, tibalah mereka di suatu tempat yang disebut Batu Menyan. Disana
mereka bermalam. Malam itu I Gusti Gede Pasekan dan ibunya dijaga ketat oleh
para pengiringnya secara bergiliran.
Tengah malam,
tiba-tiba datang makhluk gaib penghuni hutan. Dengan mudah sekali I Gusti Gede
Pasekan diangkat ke atas pundak makhluk gaib itu sehingga ia dapat melihat
pemandangan lepas dari lautan dan daratan yang terbentang di depannya. Ketika
ia memandang ke timur dan barat laut, ia melihat pulau yang amat jauh. Sedangkan
ketika ia memandang kearah selatan, pemandangannya dihalangi oleh gunung.
Setelah makhluk gaib itu lenyap, didengarnya suatu bisikan.
“I Gusti,
sesungguhnya daerah yang baru engkau lihat itu akan menjadi daerah
kekuasaanmu.”
I Gusti Gede
Pasekan sangat terkejut mendengar suara gaib itu. Namun ia juga merasa senang,
bukankah suara itu adalah pertanda bahwa pada suatu ketika ia akan mendapat
kedudukan yang mulia, menjadi penguasa suatu daerah yang cukup luas.
Memang untuk
mencapai kemuliaan orang harus menempuh berbagai kesukaran terlebih dahulu.
Ia
menceritakan apa yang didengarnya secara gaib itu kepada ibunya.
Ibunya memberi
semangat untuk terus melakukan perjalanan. Keesokan harinya rombongan I Gusti
Gede Pasekan melanjutkan perjalanan yang penuh dengan rintangan. Walaupun
perjalanan ini sukar dan jauh, akhirnya mereka berhasil juga mencapai tujuan
dengan selamat.
Pada suatu
hari ketika ia berada di desa ibunya, terjadilah peristiwa yang menggeparkan.
Ada sebuah perahu Bugis terdampar di pantai Panimbangan. Pada mulanya orang
Bugis meminta pertolongan nelayan di sana, tetapi mereka tidak berhasil
membebaskan perahu yang kandas.
Nahkoda perahu
Bugis sudah putus asa, tapi tetua kampung nelayan datang mendekatinya.
“Hanya seorang
yang dapat menolong Tuan.”
“Tuan, katakan
saja, siapa yang dapat menyeret perahu kelautan?”
“Seorang anak
muda, namun sakti dan perahu wibawa.” jawab tetua kampung.
“Siapa
namanya?”
“I Gusti Gede
Pasekan!”
Keesokan
harinya orang Bugis itu datang kepada I Gusti Gede Pasekan. Ia berkata, “Kami
mengharapkan bantuan Tuan. Jika Tuan berhasil mengangkat perahu kamu, sebagian
isi muatan perahu akan kami serahkan kepada Tuan sebagai upahnya.”
“Kalau itu
memang janji Tuan, saya akan mencoba mengangkat perahu kandas itu,” jawab I
Gusti Gede Pasekan. Untuk melepaskan perahu besar yang kandas itu, I Gusti Gede
Pasekan mengeluarkan dua buah senjata pusaka warisan Kyai Jelantik Bogol.
Ia memusatkan
pikirannya. Tak lama kemudia muncullah dua makhluk halus dari dua buah senjata
pusaka itu.
“Tuan apa yang
harus hamba kerjakan?”
“Bantu aku
menyeret perahu yang kandas itu ke laut lepas!”
“Baik Tuan!”
Dengan bantuan
dua makhluk halus itu ia pun berhasil menyeret perahu dengan mudah.
Orang lain
jelas tak mampu melihat kehadiran si makhluk halus, mereka hanya melihat I
Gusti Gede Pasekan menggerak-gerakkan tangannya menunjuk ke arah perahu.
Karena
senangnya, orang Bugis itu pun menepati janjinya. Diantara hadiah yang
diberikan itu terdapat dua buah gong besar. Karena I Gusti sekarang sudah
menjadi orang kaya, ia digelari dengan sebutan I Gusti Panji Sakti.
Sejak kejadian
itu, kekuasaan I Gusti Panji Sakti, mulai meluas dan menyebar kemana-mana. Ia
pun mulai mendirikan suatu Kerajaan baru di daerah Den Bukit.
Kira-kira pada
pertengahan abad ke-17 ibukota Kerajaan itu disebut orang dengan nama Sukasada.
Semakin hari
Kerajaan itu makin luas dan berkembang lalu didirikanlah Kerajaan baru.
Letaknya agak ke utara dari kota Sukasada. Sebelum dijadikan kota, daerah itu
banyak sekali ditumbuhi pohon buleleng. Oleh karena itu, pusat kerajaan baru
disebut Buleleng. Buleleng adalah nama pohon yang buahnya sangan digemari oleh
burung perkutut. Di pusat kerajaan baru itu didirikan istana megah, yang diberi
nama Singaraja.
Nama itu
menunjukkan bahwa penghuninya adalah seorang Raja yang seperti singa gagah
perkasa. Hal ini dikarenakan I Gusti Panji Sakti memang dikenal sebagai sosok
yang sakti dan gagah berani. Jika ada gerombolan bajak laut atau perampok yang
mengacau, sang Raja turut maju ke medan perang bersama prajuritnya, karena itu
tepatlah jika istananya disebut Singaraja.
Ada pula yang
mengatakan bahwa Singaraja berarti “tempat persinggahan raja”?. Konon, ketika
istananya masih ada di Sukasada, raja sering singgah disana. Dengan demikian,
kata Singaraja berasal dari kata Singgah Raja.
Legenda
asal-usul kota Buleleng dan kota Singaraja ini dipercaya penduduk Bali
benar-benar pernah terjadi.
Ibu Panji
Sakti berasal dari kasta Sudra, yakni kalangan rendah pada masyarakat
Hindu-Bali. Hal ini sangat menarik, sebab seseorang yang berasal dari kalangan
rendah dapat menjadi orang yang berkedudukan tinggi dan mulia karena perjuangan
dan usahanya yang keras meraih cita-cita.
Posted by : Avidya Ihromi
Sumber : https://id-id.facebook.com/DONGENG/posts/513113345434928 *liat dari sumbernya teman-teman Makasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar